Peziarahan Iman

I.
Piscine Molitor  atau Pi berusaha mencari jati diri dan pewujudan Tuhan sejak masih belia. Pi belajar mendalami banyak agama dan selalu bertanya tentang keberadaan Tuhan. Namun Pi tidak juga memutuskan untuk menganut suatu agama. Ia meminta diri dibaptis, selalu berdoa sebelum makan, namun sekaligus juga melakukan sholat lima waktu. Ia terus melakukan pencarian akan kewujudan Tuhan itu dengan bertanya dan mencoba.

Peziarahan imannya menuntunnya kepada sebuah pengembaraan di laut selama 227 hari bersama seekor harimau Bengal yang bernama Richard Parker, ketika perahu yang ditumpanginya bersama keluarga tenggelam diterjang badai laut. Hanya tersisa dirinya dan Parker.

Perjuangannya bertahan di laut bersama Parker merefleksikan pengembaraan imannya. Ia tidak menyalahkan Tuhan atas musibah itu, tetapi bertahan hidup tanpa putus asa, membangun komunikasi dengan Parker untuk saling menghargai dalam kesulitan hidup itu. Ia terus membangun harapan (iman) dan berjuang untuk bertahan meski  kemungkinannya sangat kecil.

Pengembaraan iman dan petulangan hidup seorang anak India tersebut terefleksi dalam film “Life of Pi”, yang diangkat dari novel yang menjadi best seller karya Yann Martel. Pi menemukan jejak-jejak kehadiran Tuhan dalam pengembaraan hidupnya yang sedemikian sulit itu.

II.
Tradisi gereja merayakan minggu Epifani pada hari ke-12 setelah Natal. Tradisi ini  memperingati perjumpaan Yesus dengan para Majusi, yang telah menempuh perjalanan sedemikian jauhnya untuk mencari dan menjumpai Sang Terang itu.

Para Majusi adalah para kaum bijak, ahli filsafat, dan kaum intelektual yang dari negeri Timur yang punya kemampuan untuk membaca perbintangan. Kaum bijak ini melihat bintang besar yang menandai kelahiran Yesus dari negeri mereka. Hasrat untuk mencari tahu misteri bintang besar itu menuntun mereka kepada petualangan iman yang begitu jauh, penuh resiko, dan memakan waktu yang panjang.

Peziarahan iman tanpa kenal lelah dari para majusi membawa mereka dalam perjumpaan dengan Yesus. Mereka bertemu dengan Sang Raja itu, dan memberi persembahan yang mewakili harapan dan iman mereka. Para majusi yang terhormat itu menaklukan diri dengan bersujud kepada Yesus setelah melakukan peziarahan iman yang panjang. Pencarian akan kebenaran selama hidup mereka menemukan titik kulminasinya ketika mereka berjumpa dengan Sang Kebenaran itu sendiri.

III.
Hidup kita sebagai orang percaya adalah juga sebuah pengembaraan iman. Ada waktu dimana kita merasa kuat dan merasa amat mengenalNya. Namun ada waktu dimana kita merasa lemah dan merasa jauh dariNya. Ada banyak ketidakpastian dalam pengembaraan itu.

Pengembaraan itu bisa membawa kita kepada petualangan di jalan yang ‘tersesat’ dan ‘membingungkan’ kita, ketika kita kehilangan arah dalam kehidupan kita. Orang Majusi menatap kepada sang bintang sebagai petunjuk yang tidak mungkin salah dalam  mengarungi pengembaraan imannya itu. Meski mengikuti petunjuk itu berarti penuh resiko dan bahaya. Namun hasrat untuk mengerti dan memahami makna di balik bintang itu jauh lebih besar dibandingkan kesadaran akan bahaya dan kesulitan dalam masa pengembaraannya itu.

Peziarahan iman kita itu seumur hidup. Hasrat yang meluap-luap untuk selalu bertanya tentang Tuhan dan kehendakNya adalah sebuah hasrat yang memandu kita untuk menemukan iman yang sejati. Tidak jarang, kita harus melewati kesulitan dan kesukaran dalam pengembaraan iman yang panjang itu.

Dalam situasi hidup yang pelik dan sulit, kita sering mempertanyakan ‘eksistensi’ (kehadiran) Tuhan. Itulah proses pengembaraan iman yang tersulit, meski itu sangat wajar dan alamiah dalam hidup kita. Iman Ayub mengembara dalam berbagai tragedi yang dialaminya. Ia bertanya dan sekaligus “menggugat” Tuhan.  ‘Apa salahku? Apa dosaku? Kenapa ini harus terjadi, bukankah aku hidup taat kepadaMu’. Namun gugatan Ayub diikuti dengan penaklukan diri kepada iman yang menuntunnya kepada Sang Khalik itu. Dan ia selamat dalam pengembaraan imannya itu.

Berbahagialah mereka yang berhadapan dengan kesulitan dalam pengembaraan imannya. Mereka akan memiliki iman yang sejati, utuh, kuat, dan tak tergoyahkan.

One response to “Peziarahan Iman

  1. Pingback: Peziarahan Iman | novadhi26

Leave a comment