Perubahan itu suatu proses. Tidak pernah ada perubahan yang bersifat instan dan jangka pendek. Semua perubahan perlu waktu, tahapan, dan ukuran. Dan dalam proses tersebut ada harga yang harus dibayar. “Harga” ini bisa berujud kepada sebuah kehendak, kemauan, dan rencana untuk bersedia “sacrifice” terhadap kenikmatan diri, kenyamanan, dan kemuliaan diri.
Proses perubahan itu penuh kesulitan, apalagi untuk suatu perubahan yang radikal. Tingkat kesulitannya menjadi semakin tinggi. Demikian juga tahapan-tahapannya akan menjadi penuh lika-liku. Karena itu jika kemauan berubah hanya sebatas janji, bisa ditebak dalam waktu singkat janji itu akan menguap. Perubahanpun gagal dan mati dalam waktu singkat. Untuk suatu perubahan yang radikal, dibutuhkan perubahan paradigma, pola pikir, dan kehendak. Merubah tiga aspek ini perlu sebuah “pertobatan”. Pertobatan adalah identik dengan “perombakan”. Bertobat dari paradigma lama, berarti merombak seluruh cara berpikir dan nilai yang mendasari paradigma itu, dan membangunnya kembali dengan cara berpikir yang baru.
Nilai baru harus ditanamkan dalam keseluruhan pola pikir kita, jika perubahan itu ingin terwujud. Menanam nilai baru perlu suatu gagasan, ide, dan konsep yang baru, yang berbeda dan lebih bernilai dibandingkan dengan sebelumnya. Karena itulah, “pertobatan” harus berarti membuang yang lama, karena yang baru sudah datang. Itulah inti sebuah perubahan