Monthly Archives: June 2007

Tentang Perubahan (2)

Perubahan itu suatu proses. Tidak pernah ada perubahan yang bersifat instan dan jangka pendek. Semua perubahan perlu waktu, tahapan, dan ukuran. Dan dalam proses tersebut ada harga yang harus dibayar. “Harga” ini bisa berujud kepada sebuah kehendak, kemauan, dan rencana untuk bersedia “sacrifice” terhadap kenikmatan diri, kenyamanan, dan kemuliaan diri.

Proses perubahan itu penuh kesulitan, apalagi untuk suatu perubahan yang radikal. Tingkat kesulitannya menjadi semakin tinggi. Demikian juga tahapan-tahapannya akan menjadi penuh lika-liku. Karena itu jika kemauan berubah hanya sebatas janji, bisa ditebak dalam waktu singkat janji itu akan menguap. Perubahanpun gagal dan mati dalam waktu singkat. Untuk suatu perubahan yang radikal, dibutuhkan perubahan paradigma, pola pikir, dan kehendak. Merubah tiga aspek ini perlu sebuah “pertobatan”. Pertobatan adalah identik dengan “perombakan”. Bertobat dari paradigma lama, berarti merombak seluruh cara berpikir dan nilai yang mendasari paradigma itu, dan membangunnya kembali dengan cara berpikir yang baru.

Nilai baru harus ditanamkan dalam keseluruhan pola pikir kita, jika perubahan itu ingin terwujud. Menanam nilai baru perlu suatu gagasan, ide, dan konsep yang baru, yang berbeda dan lebih bernilai dibandingkan dengan sebelumnya. Karena itulah, “pertobatan” harus berarti membuang yang lama, karena yang baru sudah datang. Itulah inti sebuah perubahan

Tentang Perubahan (1)

kepompong.jpgulat ulat kepompong2.jpg kupu-kupu.jpg

Perubahan itu menyakitkan. Tidak setiap orang menyukai perubahan. Apalagi jika perubahan itu membuat gelisah dan ketidakpastian. Tetapi perubahan itu suatu keharusan. Jika tidak ada perubahan, maka sesuatu menjadi sangat “statis”.

Metamorfose adalah suatu siklus alam yang terjadi pada kupu-kupu. Perubahan yang dialaminya tidak sekedar berganti baju, tetapi berganti tubuh, rupa, dan cara hidup. Kehidupan dimulai dari telur, berganti ke ulat, terus kepompong, dan terakhir menjelma menjadi kupu-kupu. Suatu perubahan yang sangat radikal. Bahkan sangat tidak menyenangkan. Tetapi itu harus dialami untuk menjadi yang lebih baik.

Siapa sangka, ulat yang mengerat dedaunan dengan nikmatnya, berubah menjadi kepompong yang mati suri dan seolah “tanpa kehidupan”. Kenikmatannya tentu saja berkurang. Apa enaknya menjadi kepompong? Tetapi ketika fase itu harus dilalui, maka ulat harus merelakan tubuhnya yang tambun karena kenyang oleh dedaunan, menjadi sebuah kepompong yang tidak perlu kenikmatan dedaunan. Bahkan hidupnya dikungkung dalam sebuah “rumah” sempit dan tidak menyenangkan.

Bukan hanya sebuah proses yang sungguh membosankan, tetapi juga perubahan yang “mematikan”. Demi untuk sebuah kehidupan yang penuh kemuliaan, yaitu menjadi kupu-kupu yang dipuja oleh makhluk lainnya. Sungguh suatu bentuk ketaatan yang sempurna terhadap sebuah proses alami yang direncanakan oleh Tuhan. Apa jadinya jika ulat memberontak dan tidak mau memasuki fase kempompong?

Hari ini aku belajar tentang makna perubahan. Tidak mudah berubah ternyata berubah dari cara berpikir, perilaku, dan sikap yang lama ke suatu proses baru yang sebenarnya memerdekakan hidupku. “Kekuatan” lama seakan tidak rela jika proses itu merenggut kenikmatan dan kenyamanan. Tiba-tiba aku tersadar. Aku harus mengalami proses kematian diri, sebelum memasuki fase baru. Aku harus menjadi kepompong. Terkurung dalam proses perubahan itu, supaya kekuatan lamaku diremukkan oleh kepasrahan diri untuk dibentuk dan diubah. Selamat datang fase kepompong!